MY NEW NORMAL
Assalamualaikum teman-teman semua, Alhamdulillah akhirnya
hari ini bisa menyapa teman-teman semua. Sebelumnya saya mau minta maaf karena sudah
lama tidak menyapa (dalam bentuk apapun) dikarenakan banyak hal, bagaimana
kabarnya semua, dan kesibukan apa yang menemani teman teman semua selama
dirumah saja? (boleh komen dibawah ya ...)
Masih bingung sebenarnya mau nulis apa, bukan tidak ada ide hanya saja terlalu banyak cerita yang belum diselesaikan endingnya mau seperti apa hehehehe ,namun akhirnya salah satu cerpen saya selesai dibuat dan siap untuk di bagikan disiini, terinspirasi dari kondisi kita saat ini yang mulai memasuki new normal...selamat membaca.
Aku mencoba
menarik nafas panjang, awalnya terasa nyaman, suara burung dipagi hari, suara
angin disela-sela jendela kamarku, hingga suara kepak sayap kupu-kupu
sepertinya bisa aku dengar dari balik selimutku ini (tapi bo’ong hehehehe),
sampai tiba-tiba rasa itu hadir lagi dan membuatku tercekat, nafasku terhempas
berat, sakit di dada itu hadir lagi, betapa sakitnya berdamai dengan sesuatu
yang tidak bisa aku jelaskan membuat hela ini semakin berat, dicuaca indah
seperti pagi ini pun aku tak bisa menikmatinya terlebih saat aku sendiri.
Sekejam inikah dunia terhadapku sehingga untuk bersyukur atas hari ini saja aku
tidak bisa, ataukah aku yang terlalu egois?
Aku buka
pesan di ponsel yang sudah beberpa hari ini aku abaikan, terlalu banyak pesan
yang aku lewatkan, tapi tak sedikit pun aku ingin membukanya, apalagi
membalasnya, rasa-rasanya doa dari mereka lebih ke rasa mengasihani diriku,
sebagian besar mungkin hanya rasa iba hanya karena kenal saja denganku, basa
basi yang sangat tidak perlu menurutku, setidaknya itu yang ada di pikiranku
saat ini.
Ponselku bergetar lagi, ada nama yang muncul dilayar, nama
yang sama yang sudah membuat aku seperti ini, entah itu panggilan yang keberapa
darinya, kenapa baru sekarang dia sibuk mencari aku?, disaat seharusnya dia
sudah bisa melepaskan dan setelah apa yang dia lakukan padaku dan pada hatiku.
Radifka, nama yang selama ini mengisi hariku, mengisi
diaryku, mengisi instastoryku, ponselku bahkan hidupku, aku menganggap dia
dunia kecilku, pertunangan yang menjadi mommen terindah dalam hidupku harus
berakhir begitu saja. Mengapa ada dusta dan penghianatan di dunia ini, bisakah
aku hapus kata-kata itu dari seluruh kamus bahasa di jagad raya ini.
Aku terduduk di tepi tempat tidurku, tercium aroma parfum
sekilas, rupanya wangi parfum pavoritku masih tertinggal di kamar ini ugghh!!!
Kenapa hanya dengan menciumnya saja memory
hadir lagi, kenapa harus??? Aku tidak suka wangi ini, tidak lagi, pipiku
menghangat, mataku merabun, saat aku pejamkan mata ada yang tumpah dari sana,
kenapa masih begitu sakit??. Dika .... kenapa masih sakit mengingat nama
itu.... mengapa begitu sulit menerima kalau dia bukan milikku lagi, kalau dia
dari awal takut berkomitmen kenapa dalam deras hujan dia melamarku, meluluhkan
hatiku untuk menjawab “iya....”.
Senja itu Dika datang, seperti biasa kami berbincang di teras
rumah, tak ada yg special kala itu,
langit menurunkan rintiknya, sudah menjadi kebiasaan Dika datang membawa
makanan untuk kami makan di gazebo halaman belakang rumah, tapi rupanya ada
yang lain, Dika hanya membawa Tiramisu ukuran small box dan Dika sangat tahu itu
tidak akan cukup untukku, aku sedikit merengut walau akhirnya aku buka juga
kotaknya, seketika bibirku yg semula manyun berganti senyum kecil, aku melihat
sebuah cincin putih disana, berhias batu putih mengkilat persis seperti yang
aku suka, aku tak berani berspekulasi, jangan jangan Cuma becandaan Dika aja,
hujan semakin deras kala itu, Dika lalu berkata “will you marry me ....?”,
“will apa?” tanyaku, suara hujan menyamarkan suara Dika, “ Marry me ...”
teriaknya, dadaku berdegup kencang, entah senyumku selebar apa saat itu hahahaha
..... aku lalu balas teriak “Iya ,,,”, Dika memasangkan cincin dijari manisku
dan aku hanya terkikik ketika melihat jariku penuh dengan krim Tiramisu,
sepertinya hanya aku cewe yang dilamar pakai cincin berbalut Tiramisu, aku kira
tak akan ada yang bisa merubah kecintaanku pada Tiramisu walaupun berat badanku
taruhannya, tapi Dika bisa, dia bisa merubah aku menjadi benci wangi parfum
pavoritku, bahkan lagu kesukaanku. Bagaimana tidak, Dika yang aku fikir akan
aku milikki sutuhnya, Dika yang mengetahuiku segala kekuranganku dan dia masih
bersamaku, Dika yang mau mendengar keluh kesahku, ternyata dia mencintai orang
lain, teman kerjanya sendiri, seperti adegan disebuah sinetron memang, tapi
itulah yang terjadi.
Semenjak itu aku memutuskan menghindari Dika, pesan dari
orang yang ku kenal mulai berdatangan, dari yang hanya ingin mengetahui kejadian
sesungguhnya hingga pesan berisi rasa marah, keberpihakan kepadaku,
mengasihani, seolah menguatkan, tapi tak satupun yang mendoakan agar aku bisa
kembali pada Dika, merebut hati Dika kembali tepatnya. Aku ingin Dika kembali,
sangat ingin, tapi segala macam cara yang Dika lakukan agar aku memaafkannya
tak satupun yang membuat hatiku luluh, jadi mau apa sesungguhnya aku??? Separah
inikah ke egoisanku.
Pintu
kamarku diketuk, “sayang, ada yang ingin ketemu nih”, suara mama menghilangkan
panggung opera yang tengah aku bangun sendiri, menyisakan titik bening di ujung
mataku, tanpa menunggu ijin dariku tahu-tahu pintu kamarku sudah terbuka, Mama
memang tak mengijinkan aku mengunci kamar semenjak kejadian itu, sepertinya dia
tak ingin anak semata wayangnya melakukan hal diluar nalar setelah patah hati,
suara derap langkah menghambur seketika, Tissa sahabatku ternyata, dari wangi bedak
bayi nya aku tahu kalau itu dia, teman semasa kecilku hingga kini, teman
berjarak beberapa blok dari rumahku, satu satunya orang yang tidak mengirimiku
pesan pastinya, karena dia tahu aku tak akan membacanya, seeseorang yang tak
pernah mau aku menyelesaikan masalahku dengan menangis, 1001 macam cara akan
dia lakukan agar aku bisa menyelesaikan masalahku Tanpa menangis, “apaan itu?”
tanyaku setelah ada yang bergerak gerak di langit-langit kamarku,
“Balooooon.....” teriaknya memekakan telinga disambung dengan suara cekikikannya
yang khas, aku lihat dia seperti memainkan layangan membuat tiga balon besar
itu menari-nari di atas sana, sekilas aku melihat senyum mama sambil
menggelengkan kepala, dia tahu aku sudah berada ditangan yang tepat, aku balas
senyum mama dengan anggukan kecil, lalu aku tersenyum pada mama sebagai terima
kasihku karena aku tahu pasti mama yang menghubungi Tissa, sampai mahluk Tuhan
paling cerewet ini datang kesini.
“Are you ok?” Tanya Tissa, aku mengangguk kecil, Tissa lalu
cemberut tanda tau kalau aku ngga ok ok saja, “Moza sayang, udahan ya sedihnya, aku ngga mau
lho terus terusan mengurusi absenmu di mata kuliah si dosen killer itu”, bola
mata Tissa menjelajah ke seluruh sudut matanya, membuat aku tertawa geli,
ahh... lega rasanya bisa tertawa lagi, tertawa lepas seperti ini lagi, setelah seminggu
ini aku menjadi manusia paling lemah terpuruk meratapi kesedihanku sendiri.
“selama ini aku ngga pernah ngebiarin kamu nangis Za, tapi
untuk kali ini aku ngga akan menahan kamu, kalau kamu mau aku bakalan nemenin
kamu nangis” katanya membuatku terhenyak dari tempatku bediam, apakah kamu
ingin melemah bersamaku Tissa, pikirku, “Bukan ingin melemah bersama kamu”
lanjutnya “tapi aku pengen kamu menhabiskan air mata kamu buat Radifka, Dika
atau siapalah namanya itu, hanya untuk hari ini saja, tidak untuk besok dan
hari lainnya” cerocosnya seolah tahu yang ada difikiranku. Aku melunak, haru,
marah, sedih, bahagia menjadi satu, seketika rasa sedih itu dating lagi, cukup
sebagai alas an untukku menangis sejadinya, Tika hanya diam, lalu memelukku
erat, membiarkan bahunya basah oleh kebodohanku, basah oleh airmata
kekalahanku, dinding kokoh yang selama ini kami bangun selama ini roboh begitu
saja, bendungan air mata yang selama ini selalu berhasil kami bangun seketika
luluh lantak tak bersisa, inilah puncak ketidak berdayaanku, dan aku sangat
menikmatinya, kisah indah, romantic, sedih dan kecewa ikut terhanyut seiring
berlinangnya air mataku, aku merasakan bahu Tissa ikut berguncang, aku tahu dia
akan menangis bersamaku, entah berapa lama tangis ini berlangsung, yang aku tahu
matahari sudah sangat meninggi, posisi kami pun sudah sama sama berbaring di
atas selimut, Tissa membuka lebar tirai jendela kamarku, udara yang masuk
memberikan semangat baru dihatiku, aku lalu berdir diatas tempat tidurku
mencoba meraih ujung tali balon yang tadi Tissa bawa, aku lepaskan cincin
pertunanganku dari jari manisku, aku
ikatkan diujung talinya, aku mengikuti Tissa yang sudah berdiri dibalkon
kamarku. Melihat apa yang aku bawa tissa hanya tersenyum seakan tahu apa yang
akan aku lakukan, dia mengangguk memastikan, aku menggenggam tangannya seakan
mengiya kan, tali itu kami pegang berdua, lalu melepaskannya bersama, tak ada
kesedihan dan penyesalan sesudahnya, kami tertawa lepas dan berpelukan, lega
rasanya masih ada dia disisku, “makasih sayang....” bisikku, Tissa hanya
memelukku lebih erat, aku tahu dia akan selalu mendukung aku, “kemana hari ini
kita sekarang??” Tanya Tissa, pandangan kami beradu, ada kegelian tertinggal
disana, lalu sama sama kami teriak “Tiramisuuuu!!!!” lalu bergegas kembali
kekamar untuk mandi dan bersiap.
Ketakutanku
selama ini tak beralasan, melepaskan Dika bukan berarti melepaskan segala yang
aku suka, aku yakin ada seseorang yang lebih mencintaiku suati saat nanti yang
akan menjadi my new little world, aku akan menjadi seseorang yang labih
bahagia, lebih dihargai, this is my new life, my new normal.
Comments
Post a Comment
"Saya berharap kita semua dapat berkomentar dengan sopan"
Terima Kasih.