SENANDUNG GERIMIS

"SENANDUNG GERIMIS"

nhacerita.blogspot.com
Aku masih berdiri disini memandang suasana meriah ini, tapi hatiku terasa sakit, dadaku terasa sesak, semakin aku mencoba untuk tegar makin tak ingin aku berada disini, seharusnya aku ikut bahagia menyaksikan semua ini tapi apa mungkin aku merasa bahagia disaat orang yang aku sayangi lebih memilih orang lain, Peter lelaki yang aku cintai ternyata mencintai kakakku sendiri dan mau tidak mau aku harus merelakannya, demi kebahagiaan kakakku juga demi Peter. Maka tak heran aku tak mau ikut menyambut hari pertunangan mereka karena mulai saat ini dan selamanya berarti aku harus melihat mereka bahagia seumur hidupku, seandainya saja bukan Kak Vera atau seandainya bukan Peter mungkin hati ini tak akan pernah sesakit ini, mereka orang–orang yang aku cintai tapi bukan berarti aku merelakan mereka begitu saja, butuh banyak perjuangan untuk tersenyum dihadapan mereka, seandainya saja mereka tahu itu mungkinkah mereka akan membatalkan semuanya? Jawabannya tentu tidak karena aku tahu benar mereka saling mencintai, karena kisah cinta mereka aku yang memulainya..



Kak Ardi adalah kakak pertamaku, suatu hari dia membawa Peter, Peterku, kerumah ini sekaligus membawa hatiku bersamanya, pertama aku melihatnya aku sudah suka pada Peterku, semakin sering dia datang kerumah semakin aku ingin memilikinya, tapi tentu saja aku tidak bilang pada Kak Ardi, bisa-bisa dia tidak akan membawa Peterku kembali kerumah ini, satu-satunya cara adalah aku menjadi adik kesayangan mereka, Kak Ardi dan Peterku.

Coklat dan buku novel sudah menjadi buah tangan yang wajib bagi Peterku agar aku mau menemani dia main catur atau sekedar menemaninya saat mengotak-atik mesin mobil, padahal tanpa sesaji pun aku mau menemaninya tapi apa dia nanti ngga akan curiga?. “Chubi...tolong ambilin dongkrak dong” panggilnya padaku saat itu, dia panggil aku begitu karena pipiku yang agak gembil dan badanku yang agak montok, aku senang saja dapat panggilan sayang darinya dan sering berhayal jika suatu hari nanti dia akan nembak aku, tapi hal itu tak pernah terjadi, setelah begitu lama menemaninya dengan begitu banyak cerita indah terselip didalamnya dia tak pernah menunjukkan rasa sayang yang lebih padaku, sampai satu hari aku putuskan menulis surat cinta padanya, surat cinta pertamaku.

Semua kata terindah bagiku kupersembahkan untuknya, semua kalimat yang menyentuhku ku kurangkai demi mendapatkan hatinya, semua kata cinta aku buat dengan sepenuh hati, tapi pada saat akan memberikan surat itu keberanian yang aku kumpulkan runtuh begitu saja saat berhadapan dengannya, dan akhirnya urung aku berikan, tapi tak sengaja surat itu terjatuh dan dia mengambilnya, dengan reflek aku katakan saja surat itu dari Kak Vera, dengan segala cara aku membuat skenario agar itu benar-benar dari Kak Vera, sampai akhirnya mereka jadian, mulai saat itu aku kehilangan cinta pertamaku, dan saat ini aku akan menyaksikan cintaku memilih orang lain, meskipun dia kakakku tapi dalam cinta dia adalah orang lain.
Langit tak seperti biasanya, dia terlihat murung dan mataharipun enggan muncul, perlahan gerimis mulai turun, sepertinya langit juga tak tahan melihat penderitaanku, alam saja peka terhadap perasaanku, mengapa Peterku tidak, “Lena sayang, mengapa masih disini, acara sudah mau dimulai, cepet gabung” mama menarik tanganku, hatiku campur aduk tak karuan, bagaimana nanti kalau aku berhadapan dengan Peterku, haruskah aku menjadi chubi yang menyenangkan atau Lena yang terluka, pilihan kedua tentu tak mungkin aku lakukan jadi berarti aku memang tidak punya pilihan selain menghadapi semua penderitaan ini.


Tiba saat yang paling menyakitkan, Kak Vera dan Peterku saling bertukar cincin, seharusnya aku yang memakai cincin itu, batinku. Tak tahan melihat pemandangan itu aku putuskan kehalaman belakang, aku duduk diayunan dimana biasanya aku memperhatikan Peterku dari jauh, sesekali Peterku curi pandang padaku, mungkin dia menggodaku dan saat itu aku akan pura-pura manyun dan merasa gembira jika Peterku mulai tertawa terbahak-bahak melihat tingkahku, padahal aku ingin sekali teriak ”godain aku lagi dong Peter.....” tapi aku akan jadi bahan ledekan kak Ardi tentunya. Aku tersenyum sendirian mengingat hal itu, jika ada yang melihat mungkin aku dikira sudah gila atau lebih tepatnya tergilagila. Tak terasa badanku basah kuyup oleh gerimis, suara riuh tepuk tangan dari dalam membuat tetesan gerimis bagaikan ribuan jarum halus menembus kulitku, yang bisanya sampai ke hatiku, badanku terasa kaku, kepalaku terasa berat, aku rasakan air mataku menetes, sebelum aku tak ingat semuanya.

Kepalaku sakit sekali saat membuka mata, aku lihat mama sudah ada di sampingku, dia terlihat lelah, matanya terlihat sembab, kulihat sekelilingku tampak asing, seakan mengerti, mama segera menjelaskan “kamu ada dirumah sakit, sayang, kemarin malam kamu pingsan ditaman belakang, badan kamu panas, kamu segera dilarikan kerumah sakit, untung saja Peter segera menemukan kamu” kemarin malam, berarti aku sudah hampir seharian disini, lalu Peter, dimana Peterku? Aku mencari-cari sosok Peter, tapi tak nampak dia diruangan ini, mama tahu pasti perasaanku pada Peter, aku yang memberitahukan mama karena aku tak bisa menyimpannya sendirian, tapi waktu itu mama bilang mungkin perasaanku ini hanya perasaan kagum saja, aku yang masih SMA mana mungkin punya perasaan cinta pada lelaki seumuran kakakku yang sudah pantas untuk menikah.

Mama sepertinya sangat khawatir dengan keadaanku sekarang, bukan ragaku tapi jiwaku, “sayang, seharusnya kamu bisa melupakan kak Peter, walau bagaimanapun dia pasti akan tetap mencintai kamu walau sebagai adik” sangat hati-hati sekali mama membujukku, walaupun hatiku tetap sakit, aku menangis, menangisi Peterku, yang sepertinya memang harus pergi menjauh dari kehidupanku, sanggupkah aku melupakan Peter, sanggupkah aku melenyapkan perasaan yang selama ini membuatku bahagia dan menggantinya dengan perasaan pahit dan sesakit ini, seandainya keberanianku saat itu muncul mungkin tidak akan seperti ini keadaannya, mama mengelus rambutku, tapi segera aku menepis tangannya, mama tahu aku marah padanya, diapun segera meninggalkan aku sendirian dengan segala kegalauan dan kekacauan hatiku.

Hari terakhir di rumah sakit Peterku belum juga datang menjengukku, selama ini hanya mama dan papa yang bergantian menjagaku, ada apa dengan Peterku, mungkinkah dia begitu bahagia sehingga melupakan aku, dan Kak Vera juga, kenapa dia tak melihatku sedetik pun, apakah dia juga sudah melupakan aku orang yang sudah mempertemukan dia dengan Peter, Peterku. Aku sudah siap dengan segala perlengkapanku, tak sabar pulang kerumah mungkin saja disana Peter sudah menungguku, menyambutku dengan ucapan Selamat datang, sekotak coklat dan serangkai bunga walaupun akan ada Kak Vera disampingnya, setidaknya ada Peterku disana.

Setiba di rumah disana terlihat sepi-sepi saja, tak ada ucapan selamat datang, sekotak coklat apalagi buket bunga, “kak Vera mana, Ma” tanyaku pada mama, mama terdiam dan hanya saling pandang dengan papa, “sayang, kamu temuin kakak kamu dikamarnya, dia pasti sudah menunggu kamu” kata mama kemudian, kenapa harus aku yang melihatnya, yang sakit kan aku bukan dia, tapi aku turuti juga kata mama, juga agar rasa penasaranku hilang.

Aku membuka kamar kak Vera, dia sedang berbaring ditempat tidurnya, seluruh tubuhnya ditutupi selimut, apakah kak Vera sakit?, “kakak, aku sudah pulang, kakak kenapa?” tanyaku, terlihat ada gerakan dibalik selimut, sesaat kemudian selimut terbuka, aku terkejut dengan apa yang aku lihat, badan kak Vera begitu kurus, matanya sembab sekali, dan dimatanya masih ada sisa air mata, ada apa dengan kak Vera, “kamu udah pulang De” sapanya padaku, suaranya parau sekali, walaupun dia tersenyun tapi aku melihat kesedihan dimatanya “kak Vera kenapa, kak Vera sakit ya, pantas saja kak Vera ngga ngejenguk aku di rumah sakit, kak Peter mana, dia ngga nungguin kakak?” tanyaku, kakVera menatapku dan kembali menangis, aku heran dengan apa yang terjadi, “De, maafin kakak ya, selama ini kakak ngga tahu kalau kamu suka sama kak Peter, kakak tahu perasaan kamu itu ngga sepantasnya tapi bukan berarti kakak harus membunuh perasaan kamu terhadap kak Peter, kakak tahu semuanya, kakak mengalah, kakak ngga akan berhubungan lagi dengan kak Peter, semuanya batal De, kakak ngga mau melihat kamu sakit sedangkan kakak bahagia, biar kita sama-sama sakit De”, dia kembali terisak, adik macam apa aku ini tega melihat kakakku sendiri terluka seperti ini demi perasaan yang seharusnya ngga ada diantara kami, antara aku dan Peterku.

Dari mama aku tahu aku jatuh pingsan di taman, diguyur hujan semalaman dan demam tinggi, semalaman aku hanya mengigau dan memanggil nama Peter, mama memberitahukan kak Vera tentang perasaanku pada Peter dan kak Vera pun memutuskan mengakhiri hubungannya dengan Peter demi aku, rasa bersalahku sampai pada titik didihnya, ku peluk kak Vera kurasakan tubuhnya gemetaran, tentu saja sudah beberapa hari ini dia tidak mau makan, aku bergegas berlari meninggalkan kak Vera sendirian.

Aku beranikan diri mendatangi rumah Peter,kak Ardi menahanku, tapi kali ini sepertinya dia mengerti perasaanku, dia melarangku pergi kesana kerena dia sendiri yang akan menjemput Peter, baru saja kak Ardi menuju pintu, disana sudah berdiri sosok yang akan dicari, Peterku berdiri disana, ada sedikit mendung diwajahnya mengisyaratkan dia pun sama-sama tersiksa karena perasaanku ini, lama kutatap wajahnya, rasa rindu selama ini terbayar sudah, aku dekati dia, dia mengulurkan tangannya, mengajakku ke taman belakang rumah, aku menurut saja walaupun aku masih tidak bisa menghilangkan perasaan ini.

“Kenapa jadi seperti ini Chubi, padahal perasaan seperti ini seharusnya indah, benar kan Chubi” tanyanya lagi, aku menganggukan kepala lalu cepat menggeleng, “aku telah salah dengan perasaanku kak Peter, aku kira ini cinta, ternyata ini hanya rasa kagum saja pada kak Peter” dustaku, padahal sungguh aku cinta mati, demi dia aku rela melakukan apapun termasuk melepaskan cintaku padanya, dia memalingkan wajahnya dan menatapku dalam-dalam, “Chubi, apa yang aku dengar ini tidak salah?” tanyanya, ada sedikit rasa senang dalam nadanya yang membuat hatiku hancur, “jadi kamu ngga bener-bener suka sama aku, kan” tanyanya lagi yang semakin membuat hatiku sakit, aku menganggukkan kepala, “sekarang kak Peter temuin kak Vera, kasian dia sudah tiga hari ini ngga mau makan, tolong bujuk dia, dan aku mohon kak Peter mau kembali sama kak Vera, dia sangat mencintai kakak” pintaku padanya, dia mengangguk dan segera berlari menuju kekamar kak Vera, melihat semangatnya itu aku semakin yakin kalau aku benar-benar harus melupakan Peter, berusaha melupakan segala kenangan bersamanya.

Gerimis turun lagi, kali ini menemaniku dalam kepastian untuk melepaskan Peter, memberiku semangat kalau diluar sana akan ada seseorang yang memperlakukan aku istimewa seperti Peter, seperti Peterku.

Comments

  1. bagus ceritanya...
    dan, makasih ya setuju saling follow :-)

    ReplyDelete
  2. sama2..makasih juga yisha,udah nyempetin baca cerpen2 saya

    ReplyDelete

Post a Comment

"Saya berharap kita semua dapat berkomentar dengan sopan"

Terima Kasih.

Popular posts from this blog

MY NEW NORMAL

BAKSO MURAH MERIAH